Artikel Unggulan

Istilah tentang Negara, Desa dan Rakyat oleh Sutoro Eko

Genealogi Negara dan Asosiasi Manusia Bernama Desa oleh Sutoro Eko

Para sahabat Vanua, setelah artikel sebelumnya Sutoro Eko berbicara tentang Etimologi Negara, sekarang Sutoro Eko akan berbicara tentang Genealogi Negara, asal usul negara. 

Tema Genealogi Negara tentu ada banyak varian pembahasannya, yang kemudian kita sekarang mengenal negara republik, negara modern yang berbentuk republik, hampir di semua negara di belahan dunia. 

Termasuk juga ada monarki konstitusional, yang hampir mirip dengan republik, meskipun kalau di dalam monarki konstitusional, kepala negaranya adalah raja, yang turun temurun atau dinasti. 

Pandangan Aristoteles

Kita bisa belajar dari banyak literatur, yang paling gampang dipelajari antara lain literatur dari Aristoteles.. Dia melihat tentang asosiasi manusia, perkumpulan atau persekutuan manusia. 

Ada empat persekutuan manusia yang digambarkan oleh Aristoteles.

Pertama, keluarga. Keluarga berada di ruang privat. Keluarga merupakan asosiasi manusia untuk merajut kebahagiaan. Dan sampai sekarang masih tetap ada keluarga. 

Kedua, society atau masyarakat. Ada masyarakat yang sifatnya lokal, global, konkret dan idea. Masyarakat yang sifatnya konkret adalah kumpulan orang-orang. Tapi juga ada masyarakat dalam bentuk sebuah idea, sebuah gagasan, misalnya masyarakat adil makmur. Masyarakat ini merupakan persekutuan orang-orang yang bersifat imajiner, tapi punya gagasan menuju masyarakat adil makmur seperti Indonesia. Jadi, masyarakat adalah kumpulan orang-orang, dan bukan orang-orang yang berkumpul, atau bukan orang-orang yang setelah mengakhiri tradisi nomaden atau meramu lalu mereka berkumpul dan menyusun permukiman, saling tolong-menolong, atau bekerja sama. Masyarakat adalah asosiasi yang membangun solidaritas di antara mereka, kerjasama di antara mereka. Aristoteles terutama melihat masyarakat adalah komunitas yang nyata, komunitas lokal yang masih sangat terbatas. 

Ketiga, asosiasi manusia bernama Desa. Desa adalah tradisi alamiah umat manusia di belahan dunia ini. Bisa kita sebut sebagai masyarakat yang berpemerintahan. Tidak hanya sebagai masyarakat yang menggalang solidaritas dan kerjasama. Tetapi Desa sebagai persekutuan masyarakat, persekutuan manusia, untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri yang kemudian kita kenal sebagai self-governing community. 

Desa mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, entah itu air, pemukiman, tanah, bahkan juga keamanan, sehingga Desa sering juga disebut sebagai masyarakat luas atau negara kecil menurut antropolog. Desa sebagai masyarakat luas artinya tidak hanya terdiri dari permukiman atau Rukun Tetangga tapi masyarakat yang sudah lebih luas karena ada permukiman yang satu dengan permukiman yang lain itu penting untuk saling bekerja sama. Desa juga sering juga disebut sebagai negara kecil karena Desa itu rata-rata punya teritori yang jelas untuk mengikat kumpulan atau persekutuan masyarakat tersebut. Di dalam Desa ada organisasi kekuasaan, hukum lokal, kepentingan hajat hidup orang banyak sehingga Desa disebut sebagai micro-stated atau negara kecil. Intinya, menurut Aristoteles bahwa Desa itu sebagai asosiasi manusia untuk menciptakan social order atau tatanan sosial yang ada di komunitas lokal. 

Keempat, asosiasi manusia bernama negara atau dalam pengertian ini polis. Menurut Aristoteles, negara atau polis sebagai asosiasi pamungkas atau asosiasi final umat manusia untuk mencapai kesempurnaan warga negara. Negara tidak hanya sekedar menjaga tatanan sosial tapi kesempurnaan warga, bahkan negara akan menciptakan keamanan ketika berhadapan dengan negara-negara yang lain. Orang itu butuh rasa aman, butuh bahagia di rumah tangganya. Masyarakat Desa maupun keluarga bisa punah, bisa hancur, kalau tidak dilindungi oleh negara. Apalagi kalau diserang oleh kekuatan negara dari tempat lain. Berdasarkan pengalaman pada masa itu misalnya terdapat negara yang saling serang, negara Athena, Sparta dan Macedonia dan negara-negara yang lain, Ada tradisi homo homini lupus, manusia memangsa atas manusia yang lain, negara memangsa negara yang lain, sehingga dibutuhkan negara yang kuat yang bisa melindungi melayani dan juga membahagiakan setiap orang.

Desa Dilenyapkan Negara

Tetapi ada juga pemikiran Aristoteles bahwa kalau sudah ada negara atau polis maka tidak perlu ada Desa lagi. Kalau orang berkumpul sebagai society atau orang berkumpul sebagai family itu hal yang biasa, lumrah, tetapi yang membedakan antara society, family, dengan Desa adalah Desa punya teritori, kekuasaan, dan hukum, sehingga dalam pandangan Aristoteles semua unsur-unsur Desa ini lebih baik diintegrasikan ke dalam negara atau polis, sehingga hukum tersentralisasi di tangan negara, bukan di tangan Desa. Dengan kata lain, Desa itu lebih baik lenyap. 

Nanti akan saya ceritakan berikutnya bahwa Desa di Eropa sebagai kesatuan masyarakat hukum kemudian dilenyapkan oleh negara. 

Dan inilah yang kemudian menjadi satu poin bahwa negara kota merupakan tipe yang pertama. Genealogi negara, nomor satu adalah kemunculan negara kota.  

Kemudian tipe kedua, kalau kita merujuk pada sejarawan Quentin Skinner, negara adalah asosiasi manusia yang secara spesifik menunjuk pada Kerajaan. Sang raja sebagai kepala negara. Kerajaan ini ada di mana-mana entah itu di United Kingdom, India, dan yang kemudian juga punya pengaruh sangat luas termasuk di Nusantara. Cikal bakal negara kita sekarang ini itu bisa dirunut, bisa dirujuk, dari kerajaan-kerajaan yang begitu kecil di berbagai tempat, yang kemudian disebut sebagai Nagara atau Bhumi. 

Dalam tipe kedua ini kekuasaan bersifat absolut bahwa negara adalah kerajaan dan kerajaan adalah negara, yang mana negara itu identik atau sama dengan raja yang berkuasa secara absolut. Raja itu punya kedaulatan penuh atas negara. Dan tentu Raja juga punya pasukan, kekayaan punya dan banyak hal yang kemudian bisa menjadi besar. Dan Kerajaaan kemudian ada yang runtuh, saling silih berganti di mana-mana, entah karena pergulatan di dalam internal kerajaan sendiri, antar dinasti, maupun juga karena pemberontakan dan pengkhianatan. Kita juga bisa belajar dari sejarah kita, negara-kerajaan di nusantara ini saling silih berganti entah karena konflik internal atau karena diserang oleh kerajaan lain atau juga karena kerapuhannya.

Saya sering mengatakan bahwa kerajaan-kerajaan di Nusantara ini punya kerentanan, kerapuhan, di tangan Desa-desa yang ada di dalam wilayahnya itu. 

Dan pelajaran yang sering kita terima bahwa Raja itu lalim, despot, kekuasaan yang didasarkan pada kehendak atau titah tetapi tanpa hukum, karena hukumnya adalah omongan Raja itu.

Tipe ketiga, berbentuk kekaisaran. Emporium. Kaisar. Misalnya seperti di Roma, Cina dan Jepang. Suatu kerajaan Maharaja yang sangat besar yang punya kekuasaan atas raja-raja atas kerajaan-kerajaan lain, sehingga menjadi Emporium yang sangat besar. Roma, misalnya, punya kerajaan-kerajaan kecil bawahannya yang berada di dalam wilayah atau teritorial atau yurisdiksi kekuasaannya. 

Kekaisaran berbeda dengan negara kota (polis). Negara kota dirancang berdasarkan pengalaman di Yunani kuno atau di Athena menjadi semacam Republik atau semacam Demokrasi. Dan ini juga sering kita kenal sebagai pemerintah yang bersama masyarakat, lalu ada mekanisme pemerintahan maupun pengambilan keputusan secara langsung atau direct democracy. Tetapi negara kerajaan-kekaisaran justru menggambarkan pemerintah yang berasa di atas masyarakat, pemerintah yang menindas dan menghisap masyarakat. 

Tiga tipe negara itu mengalami revolusi bahkan revolusi yang dahsyat yang kemudian melahirkan negara-negara baru dengan pemerintahan republik, pemerintahan monarki konstitusional. Ini tentu tidak lepas dari pengaruh pemikiran pencerahan pada abad pertengahan maupun juga revolusi politik. 

Saya kira Inggris sudah memulai terlebih dahulu pada tahun 1200-an yang kita kenal dengan Magna Charta dan pelajaran penting yang bisa kita ambil adalah pengaruh dari parlemen. Sebelum ada pemikiran politik modern mulai dari Niccolo Machiavelli, Thomas Hobbes dan seterusnya, di Inggris sudah memulai dengan menghadirkan monarki konstitusional. Negaranya kesatuan, monarkinya konstitusional. Artinya kekuasaan raja dibatasi, lalu apa yang disampaikan oleh Quentin Skinner, mengenal dengan konsep self-government. Kerajaan dipimpin oleh raja sebagai kepala negara tetapi pemerintahannya (government) ada sendiri yaitu ada di tangan parlemen yang kemudian juga ada Perdana Menteri. 

Perjalanan itu lalu menghasilkan monarki konstitusional maupun Republik. Pemerintahan Republik yang paling awal itu ada di Amerika, lalu juga mengenal konsep Presiden sebagai Chief of Executive Officer of the Republic. Istilah presiden pertama kali dikenal di Amerika terutama untuk pemimpin Republik, meskipun istilah presiden juga sudah digunakan sebelumnya di organisasi Yayasan atau organisasi swasta lalu menyebar ke seluruh penjuru dunia. Istilah Republik itu juga sebuah pembebasan dari konsep negara yang absolut. 

Itulah cerita secara umum di belahan dunia barat dan dunia lain yang kolonialis. 

Tipe Negara dan Kolonialisme

Untuk kolonialisme, saya kira sangat berbeda, yang mana kolonialisme itu menundukkan negara-negara kerajaan dan lalu membentuk negara kolonial yang bukan despot, bukan kekuasaan yang absolut seperti raja tapi juga tidak bisa disebut sebagai Republik. 

Hal ini merupakan ciri khas negara kolonial yang juga mewarisi Indonesia sampai sekarang. Cita rasa kekuasaan yang lama, kekuasaan kolonial, mau tidak mau juga membentuk cita negara pada hari ini. Paling tidak. pengaruh Eropa-Kontinental, sebagaimana di Eropa selain ada pemerintahan republik dan pemerintahan konstitusional juga muncul negara hukum atau rechtsstaat yang tradisinya sangat kuat di Eropa terutama di Jerman dan di Perancis (disebut sebagai negara Napoleon Bonaparte). 

Negara ini punya teritorial yang jelas, birokrasi yang sangat kuat, punya tentara yang dahsyat, punya hukum yang terunifikasi. Ini sama seperti yang disarankan oleh Aristoteles sebelumnya, seluruh kekuasaan itu termasuk hukum dikonsentrasikan di tangan negara yang kemudian disatukan menjadi konsep negara hukum. 

Dan konsep negara hukum itu sedikit banyak juga menjalar melalui kolonialisme di tanah Nusantara, tetapi negara hukum yang dibangun di Eropa dan di Indonesia berbeda karena negara hukum di Eropa mengenal kewargaan (citizenship) tapi negara hukum di Indonesia, tidak. 

Saya kira hal ini merupakan refleksi pengalaman itu penting. Termasuk pada hari ini, kita mempunyai negara, mempunyai pemerintah, banyak studi yang menunjuk berbagai label pada negara kita: ada negara hukum tapi hukumnya tidak begitu kuat untuk melindungi warga tapi lebih banyak negara peraturan; ada juga negara administratif yakni negara kolonial yang kemudian diwariskan ke Republik Indonesia itu disebut sebagai negara pegawai (Beamtenstaat) menurut sejarawan Julien Benda. Hal ini akan saya uraikan lagi di lain kesempatan. 

Kesimpulan

Tiga cikal bakal atau genealogi yakni negara kota, negara kerajaan, dan negara kekaisaran, mengalami evolusi yang begitu bervarian. 

Varian pertama, di tanah Inggris yang kemudian mengenal pemerintahan konstitusional, 

Varian kedua, sebagian negara di Eropa maupun Amerika yang mengenal Republik. 

Varian ketiga, negara yang sangat kuat, negara hukum, 

Varian lain adalah negara kolonial. 

Negara kolonial itu nanti akan mempengaruhi cita rasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita kenal pada hari ini.* 

 


Komentar