Artikel Unggulan

Istilah tentang Negara, Desa dan Rakyat oleh Sutoro Eko

Menyatunya Orang, Uang dan Barang di Hutan Mbah Karang ~ Endah Tyasmini (PLD Kecamatan Pupuh, Sragen)

Tahun 2020 saya masuk mendampingi Desa Karungan, Sragen, Jawa Tengah. Tepatnya di bulan Agutus. Saat itu Desa Karungan baru saja memilih Kepala Desa baru, Joko Sunarso, SP yang dilantik pada bulan Desember 2019 oleh Bupati Sragen.

Kades Joko Sunarso terpilih kembali pada periode kedua. Visinya jauh melintasi kondisi masyarakat Desa yakni "Menuju Karungan menjadi Desa yang hebat, mandiri dan sejahtera, dengan membangun Jiwa dan Kesadaran masyarakat tyang berlandaskan keterbukaan, kebersamaan dan kedekatan dengan masyarakat." 

Salah satu Misi Kades Joko Sunarso yang menarik bagi saya adalah Misi Ke-7 yakni "Pengembangan Desa Wisata untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan Pendapatan Asli Desa (PADesa).

Perencanaan

Pemerintah Desa Karungan memulai langkah pencapaian Visi dan Misinya, terutama Misi Ke-7, dengan membagi kegiatan secara detail dalam dokumen perencanaan pembangunan desa sejak tahun 2020 sampai dengan 2025. Masyarakat Desa Karungan cukup kritis mencermati kebijakan pemerintah desa. Tim Pendamping Profesional (TPP) kecamatan Plupuh mengambil sikap untuk melakukan pendampingan lebih intens terkait rencana wisata di Desa Karungan tersebut. 

Wisata kolam renang awalnya dipilih sebagai perwujudan rencana Desa Wisata. Kades Joko yang memimpin Desa pada periode sebelumnya sudah mulai membangun fasilitas kolam renang itu pada akhir tahun 2019. Meskipun belum ada master plan yang canggih untuk menggambarkan rencana Desa Wisata ataupun kolam renang di lokasi wisatanya.

Pandemi Covid-19

Sekitar Agustus 2020, isu adanya virus Covid-19 dari kota sudah merebak di Desa Karungan. Semua bidang pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa yang direncanakan oleh Desa terdampak  pandemi Covid-19. Apalagi seluruh rencana pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa di lokasi wisata, pasti terdampak penutupan lokasi dan pengalihan anggaran.

Pembangunan kolam renang di lokasi wisata tidak mungkin lagi dilaksanakan, karena fokus Dana Desa tertuju untuk penanggulangan pandemi Covid-19. Kalau pun kolam renang selesai dibangun, belum tentu bisa langsung dikelola, mengingat kolam renang tersebut konsepnya outdoor dan dipastikan diminta tutup oleh petugas patroli pandemi Covid-19.

Warga Desa Karungan juga banyak yang terdampak pandemi Covid-19. Sebagian isolasi mandiri di rumah. Selain itu sebagian warga Desa terpaksa tidak berjualan karena sekolah-sekolah ditutup. Pola penghidupan warga Desa pun semakin merosot. 

Awal September 2020, Kades Joko Sunarso mengajak diskusi kami tentang solusi penguatan masyarakat yang terdampak Covid 19. Terutama membahas kemungkinan untuk melanjutkan rencana wisata kolam renang. Diskusi kita lakukan maraton, mulai dari membuat peta potensi Desa, permasalahan-permasalahan yang saat ini terjadi, dan alternatif solusinya. Diskusi berlangsung bebas dan terbuka melibatkan banyak orang, meskipun kami tetap terbatasi kuota partisipan akibat protokol physical distancing selama pandemi Covid-19.

Pasar Tiban "Mbah Karang"

Selama diskusi, seingat saya pada serial diskusi kedua, pikiran saya sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD) terbersit untuk menawarkan ide "pasar tiban". Suatu model pasar yang insidental dengan memanfaatkan area sekitar "Hutan Mbah Karang." Pertimbangannya sederhana. Lokasi pasar yang terbuka. Ada pohon besar yang rindang dan konon keramat. Ada pedagang kuliner yang biasa berdagang di Pasar Desa Karungan.

Idea "pasar tiban" ini melakukan rekognisi atau pengakuan atas denyut nadi pola penghidupan warga Desa. Selain bertujuan untuk fasilitasi kumpulan orang yang berdagang di Pasar Desa, area "pasar tiban" ini kelak akan menjadi embrio tujuan wisata Desa Karungan. Memang, pasar tiban ini bercitra mistis, karena pasar yang terbentuk mengitari pohon besar yang dikeramatkan. Kulinernya pun jadul (baca: jaman dulu), dan sesekali menyajikan atraksi seni tari dan gamelan sebagai daya tarik pengunjung. Nah, tak terpikirkan waktu itu antara orang dan uang bisa berkumpul menjadi satu di area Hutan Mbah Karang.

Minggu terakhir pada September 2020, setelah melalui proses diskusi yang panjang, akhirnya gelaran "pasar tiban", dengan nama "Pasar Mbah Karang" digelar kali pertama. Lumayan, dihadiri oleh 20 (dua puluh) orang pedagang. Lengkap dengan sajian musik lesung, tari tradisional dan senam ibu-ibu Desa Karungan. 

Gelaran "Pasar Mbah Karang" diawali dengan ritual kirab tumpeng dan sesaji kenduri. Wujud ucap syukur kepada bumi dan tanah air di Desa. 

Setelah gelaran "Pasar Mbah Karang" sukses diselenggarakan, Pemerintah Desa, berbagai jenis lembaga kemasyarakatan Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pedagang di "Pasar Mbah Karang", menggelar musyawarah evaluasi kegiatan Pasar Mbah Karang. Banyak respon positif yang diberikan oleh partisipan musyawarah yang saya fasilitasi itu. Bahkan, BPD meminta kepada Pemerintah Desa agar segera menyempurnakan konsep "Pasar Mbah Karang". Saat itu juga disepakati untuk memperluas jangkauan pasar, baik lokasi pasar maupun jumlah pedagang.

Dalam waktu tiga hari, Pemerintah Desa Karungan beserta BPD membahas dan menyepakati untuk melakukan pembebasan lahan tanah kas desa di Dukuh Sawahan. Tepatnya di area "Hutan Mbah Karang" yang selama ini disewa oleh warga. 

Meskipun proses pembebasan lahan banyak kendala, salah satunya adalah demo dari warga penyewa, akhirnya dicapai kesepakatan oleh semua pihak antara pihak penyewa maupun Desa. Dan areal "Hutan Mbah Karang" berhasil dibuka untuk lokasi "Pasar Mbah Karang".

Pasar Bahulak

Penyempurnaan konsep pasar terus menerus berlangsung. Penataan jumlah pedagang, sistem transaksi yang berupaya memakai potongan bambu sebagai alat tukar, dan rangkaian atraksi wisata selalu dibahas secara informal maupun formal. Alur diskusi timbal-balik di skala lokal Desa berujung pada perubahan nama. Semula idea "pasar tiban" yang bernama "Pasar Mbah Karang" berubah menjadi "Pasar Bahulak". Tema pasar bergeser pada menampilkan "kerinduan pada kenangan masa kecil". Ini didukung lokasi pasar yang berada di hutan bambu "Mbah Karang". Pengunjung dari warga Desa Karungan maupun Desa lain diandaikan akan teringat masa kecilnya dan kemudian berbelanja di pasar ini.

Nama “Pasar Bahulak” itu sendiri sempat menjadi perdebatan antara Pemerintah Desa Karungan dan Dinas Pariwisata Kabupaten Sragen. Menurut Dinas Pariwisata, ejaan yang benar adalah “Baheulak” bukan “Bahulak”. Tetapi dengan argumen bahwa “Baheulak” adalah bahasa Sunda, sedangkan Karungan berada di Sragen, Jawa Tengah, dan masyarakat biasa menyebut dengan lafal “Bahulak”, maka nama tersebut tetap dipakai sampai hari ini.

Gelaran pertama dengan nama “Pasar Bahulak” dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 19 Oktober 2020, tepat dibuka pukul 06:00 sampai dengan 10:00 WIB. Jumlah pedagang cukup konstan yakni 42 (empat puluh dua) orang dan menampilkan atraksi wisata berupa seni tari dan gamelan Sarwo Gathuk Sragenan.

Hingga tulisan ini disusun Pasar Bahulak sudah memasuki usia kurang lebih 2 (dua) tahun. Banyak perkembangan yang telah dialami, dari jumlah pedagang yang meningkat menjadi 74 (tujuh puluh empat) orang. Atraksi seni tari yang awalnya hanya 1 (satu) sanggar tari berkembang menjadi 3 (tiga) sanggar tari. 

Pasar Bahulak mulai dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dengan cara yang semakin kreatif. Jumlah orang pengunjung meningkat, perputaran uang di Pasar Bahulak pun semakin bertambah, meskipun mengalami pasang surut akibat kondisi New Normal pandemi Covid-19.

Berkat dukungan para pengunjung, Tim Jurnalis Karungan dan para Youtuber, "Pasar Bahulak" mulai dikenal di Sragen dan sekitarnya. Dunia media sosial berpengaruh pada citra pemasaran (branding) Pasar Bahulak. Tak pelak, jumlah pengunjung dan omset Pasar Bahulak yang meningkat pesat itu mengundang tantangan baru. Pasar-pasar sejenis mulai bermunculan di Kabupaten Sragen seperti Pasar Kawak Gebang Masaran, Pasar Kuno Mbah Demang Turi, Pasar Tambak, dan lain sebagainya. Fenomena kompetisi pasar semacam ini setidaknya memicu semangat BUM Desa "Sinar Karungan Mandiri" sebagai pengelola "Pasar Bahulak" agar gesit menyelenggarakan event dan aktivitas promosi. 

Pesatnya Desa yang saya dampingi ini mengingatkan saya pada peristiwa pendampingan sebelumnya. Sepanjang tahun 2016-2018 saya aktif mendampingi Klaster Plupuh 1 (Jembangan, Sidokerto, Pungsari dan Manyarejo), tepatnya di Desa Pungsari yang memiliki potensi Batik agar menjadi Desa Wisata Batik. Pergantian Kepala Desa pada akhir tahun 2019 berakibat merosotnya embrio wisata batik. Di Desa Karungan ini, yang merupakan desa dampingan baru, sekali lagi saya mencoba belajar dari pengalaman sebelumnya agar langkah pemberdayaan desa benar-benar tertuju untuk mewujudkan kemandirian desa, tidak sekedar kemandirian kelompok masyarakat di Desa.

Agenda Perubahan

Selain Desa Karungan saya juga mendampingi 4 (empat) Desa yaitu Desa Gentanbanaran, Ngrombo, Karungan dan Karangwaru. Keempat Desa tersebut memiliki kesamaan potensi yaitu pertanian. Hanya saja, saya memilih memulai langkah dari Desa Karungan dengan Kadesnya yang berkarakter inovatif progresif setelah ia mendeklarasikan Misi Ke-7 untuk mewujudkan Desa Wisata dengan harapan Desa Karungan akan menjadi titik pusat dari kawasan wisata di klaster dampingan saya.

Target tahun ini saya merintis pola-pola kerjasama antar desa di klaster dampingan. Saat ini saya sedang membangun komunikasi dengan Kades dan Pengelola BUM Desa di wilayah empat Desa itu untuk menemukan konsep yang tepat, benar dan asli sesuai denyut nadi perubahan Desa,   

Dunia pemberdayaan masyarakat Dsea mempunyai keunikan dan tantangan tersendiri bagi saya. Dan "Pasar Bahulak" adalah bagian dari sejarah hidup saya untuk menjaga konservasi dan kemanfaatan "Hutan Mbah Karang" di Desa Karungan. Perjalanan hidup untuk menjaga Desa atau "lilin negeri" ini tetap menyala di bawah sinar bulan yang temaram.*

Penulis: Endah Tyasmini

Editor: Anom Surya Putra





Komentar

  1. mantap mbakyu....terus berkarya buat desa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap pak... Mohon kritik dan masukan dari jenengan

      Hapus
  2. Sebuah langkah fasilitasi yg inspiratif dan berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat Desa, sangat BAGUS...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih jg utk pak Hasan Rofiqi yg sdh memberikan support

      Hapus

Posting Komentar